QISHAH : SAYYIDINA ASHIM BIN TSABIT AL ANSHARY RA.
Dalam perang Uhud, Ashim bin Tsabit telah membunuh dua lelaki putra dari pemuka Quraisy, Sulafah binti Sa'd bin Syuhaid. Karena itulah Sulafah sangat mendendam terhadap Ashim, dan ia bersumpah akan minum darah Ashim dari tempurung kepalanya. Ia menjanjikan seratus ekor unta kepada siapa saja yang bisa membawakan kepala Ashim kepadanya.
Seseorang bernama Sufyan bin Khalid bersiasat untuk memperoleh hadiah tersebut. Ia menyuruh beberapa orang keturunan Adhal dan Qarah ke Madinah dan berpura-pura telah masuk Islam. Mereka meminta Nabi SAW mengirimkan beberapa orang sahabat untuk mengajarkan Islam ke kampung mereka, salah satu yang diminta adalah Ashim. Nabi SAW memenuhi permintaan mereka dengan mengirimkan sepuluh orang sahabat dengan pimpinan Ashim bin Tsabit. Dalam riwayat lain disebutkan, enam orang sahabat dengan pimpinan Martsad bin Abu Martsad al Ghanawy, Ashim bin Tsabit adalah salah satunya. Para sahabat ini berangkat ke perkampungan Adhal dan Qarah mengikuti para utusan gadungan tersebut. Sesuai rencana yang disiapkan Sufyan, pada suatu tempat bernama ar Raji’, pangkalan mata air milik Bani Hudzail, sekitar seratus orang mengepung para sahabat yang hanya berjumlah 10 orang (atau 6 orang) ini. Menyadari kalau sebenarnya dijebak, mereka menyingkir ke atas gunung Fadfad, sambil melakukan perlawanan. Dalam riwayat lain dikatakan, sepuluh orang yang dipimpin Ashim bin Tsabit ini diperintahkan Rasulullah SAW untuk memata-matai kegiatan kaum Quraisy Makkah dalam mempersiapkan perang selanjutnya. Di antara Osfan dan Makkah, kedatangan mereka diketahui oleh bani Lahyan, mereka mengerahkan 100 orang pemanah ulung untuk mengepung 10 orang sahabat ini yang bersembunyi di sebuah bukit. Orang-orang kafir itu berkata, "Kami tidak ingin menumpahkan darah kalian di tanah kami, kami hanya ingin membawa kalian ke Makkah untuk ditukar dengan harta. Ikutlah bersama kami, kami tidak akan membunuh kalian." "Kami tidak percaya dengan sumpah orang-orang kafir." Kata para sahabat, sambil melakukan perlawanan dengan panah. Ashim sebagai pimpinan memberi semangat pada teman-temannya, "Tidak diragukan lagi, orang-orang ini telah mengkhianati kita, janganlah kalian lemah, ketahuilah bahwa kesyahidan adalah ghanimah, Allah yang kita cinta bersama kita, dan para bidadari menunggu kita di surga." Kemudian ia menghambur maju menyerbu musuh dengan lembingnya. Ketika lembingnya patah, ia ganti menyerang dengan pedangnya. Tetapi keadaan yang sangat tidak seimbang membuat dirinya roboh penuh luka. Tetapi sebelum kesyahidan menjemputnya, ia berdoa dengan nafas terputus-putus, "Ya Allah, sampaikanlah berita kami kepada Rasulullah SAW, Ya Allah, aku telah mengorbankan diri di jalanMu yang benar, selamatkanlah kepalaku dari tangan-tangan kotor orang kafir itu." Sebelumnya Ashim memang telah mendengar “sayembara” yang diadakan oleh Sulafah untuk memperoleh kepalanya. Dan Allah mengabulkan doa Ashim ini, Allah memberitahu Nabi SAW tentang keadaan Ashim, dkk. Allah juga mengirimkan sekelompok lebah mengerubuti tubuh Ashim, sehingga mereka tidak bisa memenggal kepalanya, mereka berharap akan bisa melakukan malam atau esok harinya setelah lebah-lebah itu menyingkir. Tetapi malam harinya Allah mengirimkan hujan deras yang menimbulkan banjir, sehingga jasad Ashim hanyut terbawa dan tidak bisa ditemukan oleh orang-orang kafir tersebut. Tujuh sahabat telah tewas. Orang-orang kafir itu khawatir kalau semuanya tewas, mereka tidak akan mendapat apa-apa dari orang-orang Quraisy, karena itu sekali lagi mereka mengulangi janjinya dan meminta tiga sahabat itu menyerah. Ketiganya, yaitu : Khubaib bin Adi. Zaid bin Datsinah dan Abdullah bin Thariq, dengan memegang janji mereka akhirnya memutuskan menyerah. Mereka mengikat Khubaib dan Zaid, melihat hal ini Abdullah bin Thariq sadar bahwa mereka akan mengkhianati juga seperti sebelumnya. Ia melakukan perlawanan dan akhirnya syahid menyusul tujuh kawannya. Tragedi ini dikenal sebagai perang Raji', karena terjadi di daerah Raji', kawasan mata air milik Banu Hudzail, di antara Makkah dan Thaif.
Komentar
Posting Komentar