Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2016

QISHAH : SAYYIDINA IBNU HANZHALIYYAH RA.

Ibnu Hanzhaliyyah RA, seorang sahabat Nabi SAW yang tinggal dan menghabiskan usianya di Damaskus setelah wafatnya Rasulullah SAW. Ia seorang sahabat yang suka menyendiri, jarang sekali ia duduk-duduk bersama manusia kecuali ketika shalat berjamaah di masjid. Setelah selesai shalat dan berdzikir, ia memilih untuk pulang dan tinggal di rumahnya sampai waktu shalat berikutnya. Suatu ketika, selesai shalat dan akan pulang ke rumahnya, ia melalui tempat tinggal Abu Darda, sahabat Nabi SAW yang juga tinggal di Damaskus. Abu Darda yang sedang bersama sahabatnya, Basyir at Taghlaby, menyapa dan berkata kepadanya, "Wahai Ibnu Hanzhaliyyah, sampaikanlah satu kalimat yang bermanfaat kepada kami dan tidak merugikan kamu..!!" Sebagai seorang sahabat penyendiri, tentulah Ibnu Hanzhaliyyah tidak suka menonjolkan diri. Karena itu ia memilih untuk menceritakan suatu peristiwa bersama Rasulullah SAW. Ia menceritakan bahwa beliau pernah mengirim suatu pasukan ke suatu tempat. Setelah pulang d

QISHAH : SAYYIDINA IBNU ABIL AUJA' AS SULAMY RA.

Ibnu Abil Auja' as Sulami diutus Nabi SAW untuk mendakwahi kaumnya, Bani Sulaim, bersama 50 orang sahabat lainnya. Ternyata keberangkatannya ini diketahui oleh seorang mata-mata yang melaporkan kepada Bani Sulaim, dan menyatakannya sebagai ancaman. Karena itu merekapun mempersiapkan diri dengan pasukan yang cukup besar. Ketika sampai di perkampungannya dan melihat pasukan besar yang menyambut kedatangannya, Ibnu  Abil Auja menghampiri mereka, dan menyeru untuk masuk Islam, tetapi mereka berkata, "Kami tidak mempunyai keperluan apapun dengan apa yang kamu serukan itu…!" Setelah itu mereka mengepung dan menyerang pasukan muslimin dengan anak panah. Tidak ada pilihan lain bagi Ibnu Abil Auja' dan pasukannya, kecuali melakukan perlawanan. Mereka bertempur dengan dahsyatnya, tetapi karena pasukan musuh memang jauh lebih banyak, sebagian besar sahabat gugur sebagai syahid. Ibnu Abil Auja' dengan beberapa orang sahabat berhasil lolos dalam keadaan luka parah, dan denga

QISHAH : SAYYIDINA HUWAITHIB BIN ABDUL UZZA RA.

Huwaithib bin Abdul Uzza adalah salah seorang pembesar Quraisy. Ketika mengikuti perang Badar di pihak kaum musyrikin, sebenarnya ia telah melihat suatu i'tibar bagaimana seribu pasukannya yang bersenjata dan perbekalan lebih lengkap dikalahkan oleh 313 orang muslim dengan persenjataan dan perbekalan seadanya, bahkan hanya dua orang yang menunggang kuda. Saat itu ia melihat gambaran, bagaimana malaikat yang bergerak di antara langit dan bumi berkelebat menyerang, menangkap dan menawan kawan-kawannya, sehingga terbersit dalam hatinya ucapan, "Orang itu (Nabi Muhammad SAW) adalah lelaki yang terpelihara…!"  Huwaithib tidak menceritakan apa yang dilihatnya ini pada siapapun, tetapi hal itu tidak juga membuka hatinya untuk memeluk Islam. Bahkan sampai selesainya perjanjian Hudaibiyah, dimana makin banyak orang-orang Quraisy yang mengikuti Islam, baik kalangan biasa ataupun tokoh-tokohnya, ia belum tergerak juga untuk mengikuti jejak mereka. Pada saat Nabi SAW dan sahabatnya

QISHAH : SAYYIDINA HUSHAIN BIN UBAID AL KHUZAI RA.

Hushain bin Ubaid al Khuzai, ayah dari seorang sahabat yang cukup banyak meriwayatkan hadits Nabi SAW, Imran bin Hushain. Ia adalah seorang tua yang punya pengaruh cukup besar di masa jahiliah sekaligus salah satu pemuka Bani Khuza’ah, sekutu dari kaum Quraisy. Ia juga terkenal sebagai seorang yang pintar berdebat dan berdiplomasi. Tetapi ia didahului (tertinggal) oleh anaknya dalam memeluk Islam. Suatu ketika Hushain bin Ubaid diminta kaum Quraisy untuk menasehati Nabi SAW yang dianggap telah menghina dan mencaci maki berhala-berhala sesembahan mereka. Berangkatlah Hushain diiringi orang Quraisy lainnya menuju majelis dimana Nabi SAW dan sahabat-sahabat beliau sedang berkumpul, termasuk putranya Imran. Setibanya disana, Imran langsung berpaling melihat kehadiran ayahnya, tetapi Nabi SAW bersabda, “Berilah jalan kepada orang tua ini!!” Setelah berhadapan dengan Nabi SAW, Hushain berkata, “Benarkah yang kami dengar tentang dirimu, bahwa engkau mencaci maki dan menjelek-jelekkan tuhan-

QISHAH : SAYYIDINA HUDZAIFAH BIN YAMAN RA.

Hudzaifah bin Yaman adalah seorang sahabat yang secara khusus dididik Nabi SAW untuk mengenal kemunafikan. Semua itu berawal karena kebiasaannya yang berbeda dalam mengajukan pertanyaan kepada Nabi SAW. Umumnya para sahabat bertanya tentang berbagai macam amal kebaikan dan pahala-pahala yang dijanjikan, dan mereka berlomba-lomba untuk melakukannya. Sementara Hudzaifah cenderung bertanya tentang berbagai macam amal keburukan/kejahatan dan bahaya-bahayanya, karena ia ingin menjauhinya sejauh-jauhnya.             Suatu ketika ia menghadap kepada Nabi SAW dan bertanya, "Wahai Rasulullah, dahulu kita berada dalam  kebodohan (jahiliah) dan diliputi kejahatan, kemudian Allah  mendatangkan kebaikan ini bagi kita. Apakah setelah kebaikan ini akan ada kejahatan lagi?"             "Ada…!" Kata Nabi SAW.             "Apakah setelah kejahatan itu, masih adakah kebaikan lagi, ya Rasulullah?"             "Memang ada, tetapi keadaannya kabur dan penuh bahaya!!&qu

QISHAH : SAYYIDINA HISYAM BIN HAKIM BIN HIZAM RA.

Hisyam bin Hakim bin Hizam adalah sahabat Nabi SAW, putra dari seorang sahabat juga. Ayahnya, Hakim bin Hizam pernah mendapat ‘amalan’ khusus dari Rasulullah SAW, yakni agar ia bersikap qana’ah (merasa cukup dengan rezeki dari Allah) dan tidak meminta-minta. Maka ketika Islam mengalami kejayaan dan harta melimpah ruah memenuhi baitul mal pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, ia menolak pembagian harta yang menjadi haknya, dan memilih tetap hidup sederhana dan qana’ah sebagaimana diwasiatkan Rasulullah SAW. Beberapa tahun berselang setelah Nabi SAW wafat, Hisyam bin Hakim sedang berjalan-jalan di Syam, dan ia melihat beberapa orang petani sedang dijemur di terik matahari dan dituangkan minyak di atas kepala mereka. Melihat tindakan penguasa muslim terhadap penduduknya seperti itu, Hisyam menanyakan permasalahannya, dan seseorang berkata, "Mereka disiksa seperti itu karena tidak membayar pajak….!!" Mendengar penjelasan itu, spontan Hisyam berkata dengan nada tinggi, "Sa

QISHAH : SAYYIDINA HILAL BIN UMAYYAH RA.

Suatu ketika Hilal bin Umayyah datang kepada Nabi SAW sambil mengadukan bahwa istrinya telah berzina dengan Syarik bin Syahma. Dengan tegas beliau bersabda, "Apakah kamu bisa mendatangkan saksi (sebanyak empat orang)? Jika tidak kamu mendapat Had (hukuman cambuk) di punggungmu!!"  Dengan rasa keberatan, Hilal berkata, "Wahai Rasulullah, apabila seseorang dari kami melihat seorang laki-laki di atas istrinya, haruskan mencari saksi?" Tetapi Nabi SAW menegaskan bahwa begitulah yang diperintahkan oleh Allah, kemudian Hilal berkata, "Demi Dzat yang mengutusmu dengan benar, sesungguhnya saya benar, dan Allah akan menurunkan sesuatu yang akan membebaskan punggungku dari Had…" Tidak berapa lama berlalu, turunlah Jibril AS sambil membawa firman Allah surah an Nur ayat 6 - 9. Nabi SAW mengirimkan utusan untuk mendatangkan Hilal dan istrinya. Beliau menjelaskan tentang ayat yang baru turun menyangkut mereka berdua. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah mengeta

QISHAH : SAYYIDINA HATHIB BIN ABI BALTA'AH RA.

Hathib bin Abi Balta'ah RA diutus oleh Nabi SAW membawa surat  ajakan memeluk agama Islam kepada penguasa Iskandariah di Mesir, Muqauqis. Kehadirannya disambut dengan baik oleh Muqauqis, ia dipersilahkan untuk menginap di istananya. Muqauqis mengumpulkan pembesar dan ahli perangnya untuk menemui Hathib. Setelah membaca surat dari Nabi SAW, terjadilah beberapa pembicaraan di antara mereka. "Beritahukanlah kepadaku tentang sahabatmu itu, bukankah ia seorang nabi?" Tanya Muqauqis. "Beliau adalah seorang utusan Allah," Kata Hathib mengawali, kemudian ia memberikan penjelasan lagi tentang Nabi SAW dan risalah Islam yang dibawa beliau. Muqauqis bertanya lagi, "Mengapa ia -dalam kedudukannya sebagai seorang nabi- tidak berdoa supaya kaumnya dibinasakan karena mereka telah mengusirnya dan orang-orang yang mempercayainya dari kampung halamannya?" "Bukankah engkau percaya Isa bin Maryam seorang utusan Allah?" Kata Hathib diplomatis. Ketika Muqauqi

QISHAH : SAYYIDINA HARITH BIN HISYAM RA.

Ketika terjadi Fathul Makkah, Harits bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Rabiah datang ke rumah Ummu Hani bin Abi Thalib yang telah memeluk Islam, untuk meminta perlindungan, dan Ummu Hani bersedia. Tak lama berselang datang Ali bin Abi Thalib untuk menjenguk saudaranya itu. Melihat dua orang musyrik ini, ia menodongkan pedangnya tetapi dihalangi oleh Ummu Hani. Setelah melaporkan kepada Nabi SAW, Ummu Hani memberitahukan bahwa keduanya aman dengan jaminan perlindungan darinya, Harits dan Abdullah-pun pulang ke rumahnya masing-masing.             Suatu kali, Harits bin Hisyam dan Abdullah bin Abu Rabiah berada di suatu majelis dengan pakaian yang berbau wangi za'faran. Aneh memang, masih tetap dalam kekafiran dan dalam keadaan “kalah” perang dan selamat karena “budaya” perlindungan yang memang sangat dihormati masyrakat Arab, tetapi tampil di depan umum dengan berlebihan. Kondisi yang cukup ironi ini disampaikan kepada Nabi SAW, dan beliau hanya bersabda, "Tidak ada jalan untuk m

QISHAH : SAYYIDINA HARAM BIN MILHAM RA.

Haram bin Milhan merupakan salah satu dari kelompok 70 sahabat huffadz Qur'an, yang mengalami tragedi Bi’r Ma’unah, yakni pembantaian para sahabat tersebut oleh Amir bin Thufail dan sekutunya, ia merupakan orang pertama yang syahid.  Ketika rombongan ditetapkan untuk berhenti di Bi'r Ma'unah, pimpinan rombongan, Mundzir bin Amr memerintahkan Haram bin Milhan untuk menyampaikan surat Nabi SAW kepada Amir bin Thufail. Haram berangkat menuju kampung bani Amir disertai dua orang. Haram tahu benar bahwa Amir bin Thufail adalah seorang yang amat kejam dan berangasan, yang terkadang tidak memperdulikan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam pergaulan orang Arab. Mendekati perkampungan bani Amir, ia berkata kepada dua temannya, "Kamu berdua menunggu saja di sini, apabila aku selamat, kalian boleh menyusulku. Tetapi jika mereka berkhianat, segera saja tinggalkan tempat ini. Lebih baik kehilangan satu orang daripada tiga orang." Mereka berdua setuju, dan Haram berangkat s

QISHAH : SAYYIDINA HANZHALAH BIN RAHIB RA.

Hanzhalah bin Rahib adalah seorang sahabat Anshar dari suku Aus. Ia memeluk Islam sejak awal didakwahkan di Madinah oleh utusan Nabi SAW, Mush’ab bin Umair. Tetapi keputusannya itu harus dibayar mahal, yakni perpisahan dengan ayahnya yang menentang keras dan sangat tidak setuju dengan kehadiran Islam di Madinah. Hal itu berbeda sekali dengan sikap mayoritas penduduk Madinah, baik dari suku Khazraj ataupun Aus, termasuk pemuka-pemukanya. Ayah Hanzhalah, Abd Amr bin Shaify merupakan salah satu pemuka suku Aus. Ia lebih dikenal dengan nama Abu Amir, dan lebih sering lagi dipanggil dengan nama Rahib. Ketika Nabi SAW telah hijrah ke Madinah, dengan terang-terangan ia memusuhi beliau. Kemenangan kaum muslimin di Perang Badar tidak membuat Abu Amir luluh hatinya untuk memeluk Islam, justru ia meninggalkan Madinah dan pindah ke Makkah, di sana ia terus menghasut dan memberi semangat kaum Quraisy untuk membalas kekalahan dengan menyerang Madinah, hingga terjadilah Perang Uhud, dan ia bersama p

QISHAH : SAYYIDINA ABU RIB'I HANZHALAH BIN RABI RA.

Abu Rib'i Hanzhalah bin Rabi RA adalah salah satu dari beberapa juru tulis Nabi SAW. Suatu ketika ia bertemu dengan Abu Bakar yang menanyakan keadaannya, ia berkata, "Hanzhalah telah munafik!!"             "Subkhanallah," Kata Abu Bakar, "Apa yang kau katakan, wahai Hanzhalah…!!"             Hanzhalah berkata lagi, "Kalau aku sedang di hadapan Rasulullah SAW, dan beliau menceritakan tentang surga dan neraka maka seakan-akan aku melihat dengan mata kepalaku. Tetapi jika aku keluar dari hadapan beliau dan bergaul dengan istri dan anak-anak  serta menghadapi berbagai urusan lainnya, aku jadi lupa…."             "Demi Allah, aku juga seperti itu…" Kata Abu Bakar.             Mereka berdua sepakat pergi kepada Nabi SAW untuk menanyakan masalah tersebut. Tiba di hadapan beliau Hanzhalah berkata, "Wahai Rasulullah, Hanzhalah telah munafik!!" "Kenapa demikian?" Tanya Nabi SAW.             Hanzhalah menjelaskan apa

QISHAH : SAYYIDINA HAMZAH BIN ABDUL MUTHALIB RA.

Hamzah bin Abdul Muthalib adalah sahabat sekaligus paman Nabi SAW. Walau sebagai paman, Hamzah seusia (lebih kurang sama) dengan beliau, bahkan ia juga saudara sesusu Nabi SAW, sama-sama dipelihara dan disusui oleh Halimah as Sa’diyah. Bahkan sebelum dibawa kepada Bani Sa’d bin Bakr, kabilahnya Halimah as Sa’diyah, keduanya pernah disusui oleh Tsuwaibah, salah satu sahaya Abu Lahab yang saat itu sedang menyusui anaknya, Masruh. Mereka berdua juga teman sepermainan dan tumbuh dewasa bersama-sama.             Hamzah adalah seorang lelaki Quraisy yang sangat terpandang dan sangat disegani. Ia sangat menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan keluarganya. Ia mempunyai kegemaran (hobbi) berburu, dan hal itu membuat dirinya makin ditakuti oleh orang-orang Quraisy lainnya. Suatu hari di bulan Dzulhijjah tahun ke enam dari nubuwwah, ketika baru pulang dari perburuannya, seorang budak wanita milik Abdullah bin Jad’an berkata kepadanya, “Wahai Abu Ammarah (nama kunyahnya Hamzah), ketika berad

QISHAH : SAYYIDINA HAKIM BIN HIZAM RA.

Suatu ketika Hakim bin Hizam mendatangi Rasulullah SAW, dan meminta agar beliau memberinya sesuatu, Nabi SAW memenuhi permintaannya. Pada kesempatan lainnya, Hakim meminta sesuatu lagi, dan beliau memberikannya. Pada ketiga kalinya, ketika Hakim meminta sesuatu pada Nabi SAW, beliau masih memberinya, tetapi kemudian bersabda, "Wahai Hakim, harta memang bagaikan tanaman yang menghijau, sepintas dia adalah sesuatu yang manis. Harta merupakan keberkahan jika kita merasa cukup dan qanaah. Sebaliknya, ia tidak akan memberikan keberkahan jika kita mempunyai sifat serakah." Mendengar nasehat ini, Hakim berjanji kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, mulai saat ini aku tidak akan pernah meminta sesuatu apapun kepada siapapun." Janji ini dipegang teguh oleh Hakim bin Hizam, bahkan setelah Nabi SAW telah wafat. Saat Abu Bakar menjadi khalifah, beliau memberikan harta dari Baitul Mal kepada ibnu Hizam, sebagaimana yang dibagikan kepada orang muslim lainnya yang berhak, tetapi Haki

QISHAH : SAYYIDINA HAKAM BIN KAISAN RA.

Dalam Perang Badar, Hakam bin Kaisan yang berperang di pihak kaum kafir Quraisy ditawan oleh Miqdad bin Amr. Pimpinan Miqdad ingin memenggal kepala Hakam, tetapi Miqdad memutuskan untuk menyerahkannya pada Rasullullah SAW. Beliau mengajak Hakam untuk memeluk Islam, tetapi Umar bin Khaththab yang saat itu bersama Rasullulah pun pesimis akan Islamnya Hakam, melihat bagaimana kerasnya permusuhannya kepada Islam selama ini. Karena itu ia juga menyarankan untuk membunuh Hakam saja.  Tetapi Nabi SAW, dengan pandangan beliau yang jauh menembus waktu dan tempat, mengabaikan saran Umar tersebut. Dengan sabar beliau menjelaskan tentang Islam, dan akhirnya Hakam masuk Islam. Maka Rasulullah bersabda, "Kalau saja aku memenuhi keinginan kalian beberapa saat yang lalu, tentu ia masuk neraka!" Itulah salah satu bentuk kecintaan Rasulullah SAW kepada umat beliau, jauh lebih besar daripada kecintaan seorang ibu terhadap anak kandungnya sendiri. Hakam pun selalu memperbaiki keislamannya, seh

PERINGATAN!! Hati-Hati Saudaraku Ikhwanul Iman...

Gambar
Saya ingin berbagi pengetahuan ini... Caranya mudah. Pakai ilmu logika saja dengan fakta yang bernash. Supaya kita lebih memahami arti terminologi yang dipergunakan. SIAPAKAH SALAF ITU..? Inilah Imam-Imam Salaf : 1) Imam Hanafi Lahir : 80 Hijriyyah 2) Imam Maliki Lahir : 93 Hijriyyah 3) Imam Syafi'i Lahir : 150 Hijriyyah 4) Imam Hanbali Lahir : 164 Hijriyyah 5) Imam Asy'ari Lahir : 240 Hijriyyah Mereka semua adalah Ulama Salafush Shalih atau dikenali dengan nama Ulama Salaf. Apa itu Salaf? Salaf ialah nama "Zaman" yang merujuk kepada golongan Ulama yang hidup antara kurun zaman kerasulan Nabi Muhammad SAW hingga 300 Hijriyyah. I} Golongan Generasi Pertama dari Salaf disebut "Sahabat Nabi", karena mereka pernah bertemu Nabi SAW. II} Golongan Generasi Kedua pula disebut "Tabi'in", yaitu golongan yang pernah bertemu Sahabat RA., tetapi tidak pernah bertemu Nabi SAW. III} Golongan Generasi Ketiga disebut "Tabi' tabi

QISHAH : SAYYIDINA HABIB ZAID RA.

Gambar
Habib bin Zaid merupakan sahabat Anshar yang memeluk Islam pada masa awal, sebelum Nabi SAW hijrah ke Madinah, yakni pada Ba'iatul Aqabah kedua. Saat itu ia hadir di Mina (Bukit Aqabah) bersama kedua orang tuanya, Zaid bin Ashim dan Nusaibah binti Ka'ab, pahlawan wanita Islam yang lebih dikenal dengan nama Ummu Umarah. Bisa jadi sebelumnya mereka telah memeluk Islam di Madinah lewat dakwah sahabat Nabi SAW, Mush'ab bin Umair dan mengukuhkan keislamannya di hadapan Nabi SAW pada Ba'iatul Aqabah kedua tersebut. Seperti umumnya sahabat pada masa awal, Habib membaktikan hidupnya untuk berjuang membela dan menegakkan panji-panji Islam di bumi Arabia. Pada perang Uhud, ia berjuang bahu membahu dengan ibunya Nusaibah dan beberapa sahabat lainnya dalam menghadang serangan kaum kafir Quraisy yang mengarah kepada Nabi SAW. Saat itu keadaan beliau sangat kritis, karena terjatuh dalam lubang dan dalam keadaan terluka. Tetapi kisah paling menarik dalam kehidupannya adalah ketika

QISHAH : SAYYIDINA HARAM BIN MILHAN RA.

Haram bin Milhan merupakan salah satu dari kelompok 70 sahabat huffadz Qur'an, yang mengalami tragedi Bi’r Ma’unah, yakni pembantaian para sahabat tersebut oleh Amir bin Thufail dan sekutunya, ia merupakan orang pertama yang syahid. Ketika rombongan ditetapkan untuk berhenti di Bi'r Ma'unah, pimpinan rombongan, Mundzir bin Amr memerintahkan Haram bin Milhan untuk menyampaikan surat Nabi SAW kepada Amir bin Thufail. Haram berangkat menuju kampung bani Amir disertai dua orang. Haram tahu benar bahwa Amir bin Thufail adalah seorang yang amat kejam dan berangasan, yang terkadang tidak memperdulikan kaidah-kaidah yang berlaku umum dalam pergaulan orang Arab. Mendekati perkampungan bani Amir, ia berkata kepada dua temannya, "Kamu berdua menunggu saja di sini, apabila aku selamat, kalian boleh menyusulku. Tetapi jika mereka berkhianat, segera saja tinggalkan tempat ini. Lebih baik kehilangan satu orang daripada tiga orang." Mereka berdua setuju, dan Haram berangkat sendi

QISHAH : SAYYIDINA GHITRIF! GHATAFAN

Pada suatu musim haji, Rasulullah SAW mendatangi Bani Ka'b bin Rabiah dari kabilah Bani Amir bin Sha'sha'ah yang sedang berada di Pasar Ukazh. Kabilah ini yang mempunyai kekuatan cukup besar, dan jarang ada kabilah lain yang berani berperang dengannya. Beliau menyeru mereka kepada Islam dan menjelaskan risalahnya. Ternyata mereka belum bersedia untuk masuk Islam, tetapi bersedia untuk membela beliau dalam menyampaikan risalah Islam. Nabi SAW mengikuti mereka ke perkemahannya dengan penyambutan yang baik. Dalam sebuah transaksi jual beli, seseorang bernama Baiharah bin Firas al Qusyairi mencela Bani Ka'b bin Rabiah ini atas perlindungannya atas Rasulullah SAW. Ia kemudian berpaling kepada Nabi SAW dan berkata, "Bangunlah, kembalilah kepada kaummu, Demi Allah, jika kau tidak sedang di antara kaumku, pasti aku akan memenggal kepalamu." Setelah Nabi SAW naik unta, Baiharah menendang kaki unta beliau dan dua orang melemparinya. Saat itu ada seorang wanita dari Bani

QISHAH : SAYYIDINA GHASSAN BIN MALIK AL AMIRI RA.

Ghassan bin Malik al Amiri tinggal cukup jauh dari Kota Makkah. Kabilahnya memiliki kebiasaan memberikan persembahan atau kurban di depan berhalanya pada bulan Rajab. Pada suatu bulan Rajab ketika Nabi SAW telah mulai mendakwahkan Islam,:: lelaki bernama Isham datang ke berhala tersebut dan bersiap menyembelih kurban persembahannya. Ketika tangannya mengangkat pedang untuk menyembelih, tiba-tiba muncul suara dari lobang berhala, "Wahai Isham, telah datang Islam, berhala tak lagi berguna, darah akan terlindungi dan kekerabatan akan tersambung, kebenaran akan segera tampak….Wassalam..!!" Memang, sebelumnya telah santer tersiar kabar, khususnya dari para pendeta Yahudi dan Nashrani, bahwa akan segera muncul seorang Nabi dan Rasul akhir zaman. Berita yang sebenarnya menjadi harapan dan kebanggaan bagi ahli kitab tersebut, juga menimbulkan harapan bagi penduduk jazirah Arabia yang sebenarnya kaum pagan penyembah berhala. Kaum ahli kitab ini merasa derajadnya lebih tinggi dari pend

QISHAH : SAYYIDINA FARWAH BIN MUSAIKAL AL GHUTHAIFI RA.

Farwah bin Musaik al Ghuthaifi RA seorang sahabat yang berasal dan tinggal di Saba, termasuk wilayah Yaman. Negeri itu di masa lalu dikuasai oleh Ratu Balqis yang menyembah matahari, tetapi akhirnya memeluk Islam mengikuti dakwah Nabi Sulaiman AS. Kisahnya diabadikan di dalam Al Qur’an. Sebagian penduduk Saba telah memeluk Islam, tetapi sebagian dari mereka ini kembali ke agama lamanya atau murtad. Farwah menemui Nabi SAW dan berkata, "Ya Rasulullah, bolehkah aku memerangi orang yang berpaling dari Islam di antara kaumku, bersama orang-orang yang masih memeluk Islam?" Nabi SAW mengijinkan niat Farwah ini, karena secara syariah hal itu memang dibolehkan. Tetapi karena ada pertimbangan lain, Farwah bertanya lagi, "Ya Rasulullah, rasanya aku tidak akan mampu memerangi mereka, karena mereka akan bergabung dengan penduduk Saba lainnya yang masih memeluk agama lamanya. Dan mereka adalah kaum yang lebih kuat daripada kami." Tetapi Nabi SAW memerintahkan Farwah untuk melaks

QISHAH : SAYYIDINA FARWAH BIN AMR AL JUDZAMY RA.

Farwah bin Amr al Judzamy RA adalah seorang Arab yang menjadi gubernur di bawah kekuasaan Romawi di Mu'an, sebuah wilayah di Syam. Ia juga menjadi komandan dari pasukan Arab yang tunduk di bawah kekaisaran Romawi. Dalam perang Mu'tah, dimana tiga komandan dari 3.000 pasukan muslimin gugur secara berturutan, Farwah menjadi salah satu komandan dari 200.000 tentara Romawi, khususnya yang berkebangsaan Arab. Walau pasukannya boleh dibilang menang, tetapi timbul kekaguman pada diri Farwah atas kehebatan dan sikap heroik pasukan muslim, yang notabene pasukan Arab seperti dirinya. Mereka mampu lolos dari kehancuran total walaupun hanya berjumlah tiga ribu pejuang. Padahal 200.000 personal pasukan Romawi mengepung mereka dari segala arah. Saat itu yang mengambil alih tampuk pimpinan pasukan muslimin adalah Khalid bin Walid. Setelah beberapa waktu berlalu, Farwah bin Amr menyatakan dirinya masuk Islam dan ia mengirim utusan kepada Nabi SAW di Madinah untuk mengabarkan keislamannya, samb

QISHAH : SAYYIDINA DZIL JAUSAN ASH DHAHABI RA.

Dzil Jausyan Adh Dhibabi adalah seorang penunggang kuda terbaik dari kalangan Bani Amir. Ia mempunyai seekor kuda terbaik bernama Al Qarha yang cukup terkenal. Ia belum masuk Islam, tetapi ia menghargai keberadaan Nabi SAW di Madinah. Setelah selesai Perang Badr, ia menunggangi kuda keturunan Al Qarha, untuk diberikan kepada Nabi SAW sebagai hadiah dan penghargaannya. Tetapi Nabi SAW tidak mau menerimanya begitu saja, kecuali jika menukarnya dengan baju-baju besi pilihan yang berasal dari ghanimah Perang Badr. Dzil Jausyan tidak mau dengan tukar-menukar itu, karena niatnya sejak awal memang untuk dihadiahkan tanpa pengganti, bahkan seandainya ditukar dengan yang lebih berharga seperti budak, ia tetap tidak bersedia. Sebaliknya Rasulullah SAW pun tidak bersedia karena memang tidak memerlukannya. Nabi SAW menyerunya masuk Islam sehingga ia akan menjadi orang-orang yang pertama dalam Islam (As Sabiqunal Awwalun). Tetapi seruan Nabi SAW belum diterimanya, dengan alasan kaum beliau sendiri

QISHAH : SAYYIDINA DZAKWAN BIN ABDUL QAYS RA.

Dzakwan bin Abdul Qais RA berasal dari Bani Zuraiq dari suku Khazraj. Ia merupakan salah satu dari 12 sahabat Anshar yang mengikuti Ba'iatul Aqabah yang pertama. Malam sebelum terjadinya perang Uhud, Rasulullah SAW mengatur penjagaan, untuk menghindari kemungkinan penyerangan di waktu malam. Setelah menunjuk 50 orang sahabat untuk menjaga keseluruhan pasukan, beliau bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia menjagaku?" Salah seorang sahabat berdiri, dan beliau bersabda, “Siapakah engkau?” "Nama saya Dzakwan." Kata lelaki yang berdiri itu. Nabi SAW menyuruhnya duduk kembali, kemudian beliau bertanya lagi, "Siapa lagi yang bersedia menjagaku?" Salah seorang sahabat berdiri, dan beliaupun bersabda, “Siapakah engkau? "Nama saya Abu Saba!" Kata lelaki itu. Nabi SAW menyuruhnya duduk kembali, kemudian beliau lagi bertanya seperti itu. Kali inipun seseorang berdiri, dan beliau bertanya lagi seperti tadi, “Siapakah engkau?” "Nama saya I

QISHAH : DUA TAWANAN MSAILAMAH AL KADZAB

Dua orang muslim tertawan oleh orang-orang Musailamah al Kadzdzab, sang nabi palsu. Musailamah bertanya kepada salah satunya, "Engkau mengakui bahwa aku adalah rasulullah?" "Tidak, tetapi Muhammad yang Rasulullah, sedang engkau seorang pendusta" Jawab salah satu prajurit muslim tersebut. Musailamah sangat marah mendengar jawaban tersebut dan membunuhnya. Kemudian dihadapkan tawanan lainnya, Musailamah memberikan pertanyaan yang sama, "Engkau mengakui bahwa aku adalah rasulullah?" Tawanan muslim ini menjawab, "Engkau, dan Muhammad adalah utusan Allah." Suatu jawaban yang diplomatis, dan tawanan muslim itu dibebaskan oleh Musailamah. Ketika kabar ini sampai kepada Nabi SAW, dengan tersenyum beliau bersabda, "Yang pertama, ia berlalu dengan tekad dan keyakinannya, surgalah balasannya. Yang kedua, ia mengambil ruqshah (keringanan/dispensasi) Allah, tidak ada dosa baginya."

QISHAH : DIKAFANI JUBAH RASULULLAH

Seorang lelaki dari suatu kabilah Arab datang untuk beriman dan mengikuti Nabi SAW. Ia juga berkata, "Aku akan berhijrah bersamamu!" Nabi SAW menyerahkan lelaki tersebut pada para sahabat untuk diajari seluk-beluk Islam. Pada perang Khaibar, lelaki ini ikut serta dan diberi tugas untuk memelihara dan merawat unta-unta. Ketika perang berlangsung, beberapa rampasan perang telah didapat, dan Nabi SAW membaginya kepada para sahabat, termasuk lelaki tersebut. Tetapi ketika harta tersebut diantarkan kepadanya oleh seorang sahabat, ia bertanya, "Apakah ini?" "Bagian dari rampasan perang yang dibagikan Rasulullah SAW untukmu!!" Kata sahabat tersebut. Seketika ia pergi menemui Nabi SAW sambil membawa harta bagiannya tersebut, dan berkata, "Wahai Rasulullah, sungguh aku mengikuti engkau bukan karena ini, tetapi aku mengikuti engkau agar aku dipanah disini…," Lelaki tersebut menunjuk ke arah leher atau kerongkongannya, kemudian ia berkata lagi, "Lalu a

QISHAH : SAYYIDINA DHIYAH AL KALBI RA.

Dihyah al Kalbi RA adalah seorang sahabat yang mempunyai wajah, janggut (jenggot), perawakan dan usia yang menyerupai Malaikat Jibril AS saat berwujud sebagai manusia. Usai perang Khandaq, dimana Nabi SAW dan para sahabat beristirahat, datanglah Malaikat Jibril AS dalam ujud manusia menemui Nabi SAW, dan berkata, "Apakah engkau telah meletakkan senjata?Jangan demikian! Para malaikat sama sekali belum meletakkan senjata! Keluarlah engkau menuju Bani Quraizhah, dan perangilah mereka!" Ketika Nabi SAW melewati Bani Ghanm, penduduk sekitar masjid yang dilewati kalau menuju rumah beliau, beliau bertanya tentang siapa yang baru saja lewat, merekapun berkata, "Telah melewati kami, Dihyah bin Kalbi!" Dalam riwayat lain disebutkan, saat itu Nabi SAW sedang bersama istri beliau, Ummu Salamah RA, Malaikat Jibril datang kepada Nabi SAW dalam wujud manusia. Setelah Malaikat Jibril berlalu, Nabi SAW bertanya kepada istrinya itu tentang siapa tamu yang baru datang, Ummu Salamah m