Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2015

QISHAH : SAYYIDINA AYYASH BIN ABI RABIAH RA.

Ayyasy bin Abi Rabiah masih kerabat Nabi SAW dan memeluk Islam pada masa-masa awal. Ketika akan hijrah ke Madinah, ia berencana berangkat bertiga dengan Umar bin Khaththab dan Hisyam bin Ash, dan bertemu di lembah Tanadhib, 6 mil dari Makkah. Tetapi Hisyam dihalangi dan disiksa oleh kaum kafir Quraisy, sehingga mereka hanya berangkat berdua. Setelah beberapa saat tiba di Quba, Abu Jahal bin Hisyam dan Harits bin Hisyam, yang masih saudara sepupunya datang membawa berita bahwa ibunya bersumpah tidak akan menyisir rambutnya bertemu dengannya, tidak akan berteduh dari panas matahari hingga melihat wajahnya. Mendengar hal itu, Ayyasy menjadi kasihan dengan ibunya, iapun bermaksud kembali ke Makkah. Tetapi Umar mengingatkannya, bahwa itu hanyalah tipu muslihat orang kafir agar ia meninggalkan agama Islam. Karena cintanya kepada sang ibu, Ayyasy berkata, "Aku akan kembali dan melaksanakan sumpah ibuku itu, sekaligus aku akan mengambil hartaku yang kutinggalkan di Makkah." Sekali la

QISHAH : SAYYIDINA AUF BIN ABU HAYYAH AL AHMASY RA.

Auf bin Abu Hayyah al Ahmasi, atau nama kunyahnya Abu Syubail, mengikuti suatu pasukan yang dipimpin oleh Nu'man bin Muqarrin, pasukan yang dikirim oleh Khalifah Umar untuk mendukung/memperkuat pasukan muslim pimpinan Mughirah bin Syu’bah, yang sedang berperang melawan tentara Persia di Ashbahan. Dalam pertempuran tersebut, Auf berpuasa sebagaimana kalau ia berpuasa pada saat di rumah, yakni ia menjaga amalan istiqomah puasanya walau sedang bertempur. Ketika pertempuran usai dan kemenangan diperoleh pasukan muslim, ia ditemukan dalam keadaan luka parah dan hampir sekarat. Seseorang membawakan air untuk diminum, tetapi ia menolak dan mempertahankan puasanya hingga waktu berbuka. Tetapi sebelum waktu berbuka tiba, ia telah meninggal. Ketika utusan Nu'man menghadap Umar untuk melaporkan pertempuran tersebut, ia menyebutkan nama-nama yang telah gugur dalam syahid dan juga adanya orang-orang yang tidak dikenalinya. Umarpun menyahut, "Tetapi Allah mengenali mereka!" Mereka

QISHAH : SAYYIDATINA ASMA BINTI YAZID RA.

Asma binti Yazid seorang sahabiyah Anshar dari Suku Aus, kabilah Bani Abdul Asyhal. Ia masih keponakan Muadz bin Jabal, putri dari saudara sepupunya, Yazid bin Sakan. Ketika berba’iat memeluk Islam, ia mengenakan dua gelang emas yang cukup besar. Nabi SAW bersabda kepadanya, “Wahai Asma, lemparkanlah kedua gelang itu! Tidakkah engkau takut jika Allah akan memakaikan dua gelang api neraka di tanganmu?” Asma segera melepaskan keduanya, dan diserahkan kepada Nabi SAW untuk digunakan di jalan Allah. Asma binti Yazid al Anshari RA pernah menghadap Nabi SAW untuk membawa keluhan kaum muslimah berkaitan dengan amaliah mereka. Mereka berpendapat bahwa kesibukan mereka mengurus anak dan suami serta tugas-tugas rumah tangga lainnya, nilai pahalanya begitu kecil dibanding dengan amalan kaum lelaki seperti shalat berjamaah, shalat Jum'at, mengantar jenazah dan lain-lain, terutama dibandingkan dengan jihad fi sabilillah, berjuang menegakkan dan membela agama Allah. Nabi SAW mendengarkan dengan

QISHAH : SAYYIDATINA ASMA BINTI UMAIS RA.

Asma binti Umais termasuk sahabiah yang pernah hijrah ke Habasyah sebelum hijrah ke Madinah. Suatu ketika ia mengunjungi Ummul Mukminin Hafshah RA, yang pernah sama-sama berhijrah ke Habasyah. Umar bin Khaththab yang saat itu ada di sana menanyakan siapa wanita tersebut, Hafshah menjawab, “Dia adalah Asma binti Umais!!” "Apakah yang berhijrah ke Habasyah dan berlayar di lautan itu?" Tanya Umar. Asma mengiyakan. Umar berkata lagi, "Kami telah mendahului kalian dalam berhijrah (ke Madinah), sehingga kami lebih berhak kepada Rasulullah daripada kalian." Mendengar ucapan Umar yang bernada kebanggaan tersebut, Asma tidak terima, ia berkata, "Tidak benar seperti itu, demi Allah, kalian bersama Nabi SAW, sehingga beliau selalu memberi makan kepada kalian yang lapar, memberi nasehat kepada kalian yang bodoh. Sementara kami berada di negeri yang jauh dari orang-orang Islam lainnya dan membencinya, semata-mata karena Allah dan RasulNya." Asmapun bersumpah, "Dem

QISHAH : SAYYIDATINA ASMA BINTI ABU BAKAR RA.

Asma binti Abu Bakar, adalah putri Abu Bakar dari istrinya, Qutailah binti Abdul Uzza al Amiriyyah yang telah diceraikan semasa jahiliah. Ia lebih tua sepuluh tahun dari adiknya Aisyah RA, salah satu dari Ummahatul Mukminin. Ketika Abu Bakar dan Rasulullah SAW berangkat hijrah ke Madinah, mereka berdua bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari. Kaum Quraisy yang kehilangan jejak mereka berdua mendatangi rumah Abu Bakar, begitu pintu dibuka oleh Asma binti Abu Bakar, Abu Jahal berkata, "Dimana ayahmu??" "Demi Allah, aku tidak tahu dimana ayahku berada…!!" Kata Asma. Abu Jahal sangat marah dengan jawaban singkat ini, ia mengangkat tangannya dan menampar dengan keras pipi Asma sehingga anting-antingnya terlepas. Setelah itu mereka berlalu dan memerintahkan untuk memblokade semua jalan keluar dari Makkah. Tidak lama kemudian, kakeknya Abu Quhafah, ayah dari Abu Bakar, mendatangi cucunya tersebut karena ia mendengar kalau Abu Bakar telah meninggalkan Kota Makkah. Ia khawa

QISHAH : SAYYIDINA ASHIM BIN TSABIT AL ANSHARY RA.

Dalam perang Uhud, Ashim bin Tsabit telah membunuh dua lelaki putra dari pemuka Quraisy, Sulafah binti Sa'd bin Syuhaid. Karena itulah Sulafah sangat mendendam terhadap Ashim, dan ia bersumpah akan minum darah Ashim dari tempurung kepalanya. Ia menjanjikan seratus ekor unta kepada siapa saja yang bisa membawakan kepala Ashim kepadanya. Seseorang bernama Sufyan bin Khalid bersiasat untuk memperoleh hadiah tersebut. Ia menyuruh beberapa orang keturunan Adhal dan Qarah ke Madinah dan berpura-pura telah masuk Islam. Mereka meminta Nabi SAW mengirimkan beberapa orang sahabat untuk mengajarkan Islam ke kampung mereka, salah satu yang diminta adalah Ashim. Nabi SAW memenuhi permintaan mereka dengan mengirimkan sepuluh orang sahabat dengan pimpinan Ashim bin Tsabit. Dalam riwayat lain disebutkan, enam orang sahabat dengan pimpinan Martsad bin Abu Martsad al Ghanawy, Ashim bin Tsabit adalah salah satunya. Para sahabat ini berangkat ke perkampungan Adhal dan Qarah mengikuti para utusan gadu

QISHAH : SAYYIDINA ANAS BIN NADHAR RA.

Anas bin Nadhar adalah seorang sahabat Anshar, paman dari Anas bin Malik, sahabat Nabi SAW yang banyak meriwayatkan hadits. Ia tertinggal (tidak ikut serta) pada perang Badar, karena pada awalnya pasukan yang dibawa Nabi SAW hanya bermaksud mencegat kafilah dagang Quraisy. Anas sangat menyesal dengan ketertinggalannya tersebut, sehingga ia berkata kepada Nabi SAW, "Wahai Rasulullah, saya tidak ikut dalam permulaan perang melawan orang-orang musyrik. Sungguh, kalau Allah mengikutkan saya memerangi orang-orang musyrik, niscaya Allah akan mengetahui apa yang saya perbuat." Dalam perang Uhud, ketika terjadi peristiwa genting, dimana kaum muslimin berbalik mengalami kekalahan, Anas bin Nadhar melewati beberapa orang sahabat yang kehilangan semangat karena mendengar kalau Rasulullah SAW telah wafat terbunuh. Mereka meletakkan senjatanya di tanah dengan wajah kelu penuh kesedihan. Melihat hal itu, Anas berkata, "Wahai kalian… Jika Nabi SAW memang telah wafat terbunuh, maka Alla

QISHAH : SAYYIDINA ANAS BIN ABU MARTSAD AL GHANAWY RA.

Ketika pasukan beristirahat menjelang perang Hunain, Nabi SAW bersabda, "Siapakah di antara kalian yang bersedia meronda pada malam ini?" "Saya ya Rasulullah," Kata Anas bin Abu Martsad al Ghanawi. Nabi SAW menyuruhnya naik ke kudanya dan mendekat, dan beliau bersabda, "Pergilah engkau ke bukit itu sampai ke puncaknya, jangan sampai karena kelalaianmu kita diserang musuh!" Anas pergi memenuhi perintah Nabi SAW. Ia naik ke puncak bukit untuk mengamati keadaan, tetapi keadaan aman, tidak terlihat adanya pergerakan musuh. Semalaman ia berjaga di tempat itu sambil mengerjakan shalat. Pagi harinya ia kembali berkeliling dan menaiki puncak bukit untuk mengamati keadaan, tetapi ternyata belum ada gerakan musuh, dan ia kembali untuk menemui Nabi SAW. Sementara di perkemahan, pagi subuh itu Nabi SAW menanyakan tentang kedatangan Anas sampai dua kali. Tetapi para sahabat menyatakan belum. Setelah salam dari shalat subuh, tiba-tiba Nabi SAW bersabda, "Bergembira

QISHAH : ANAK PEREMPUAN HITAM

Anak perempuan hitam ini adalah budak dari seorang Arab yang telah dimerdekakan oleh tuannya, tetapi tetap tinggal bersama dan bekerja kepada mereka. Suatu ketika anak tuannya keluar dengan memakai selendang kulit warna merah, tetapi selendang merah tersebut hilang entah kemana. Mereka pun mencari-cari, ketika tidak ditemukan mereka menuduh anak perempuan hitam itu yang mencurinya. Anak perempuan hitam ini diperiksa dengan teliti, bahkan sampai kemaluannya diperiksa, tetapi tidak diketemukan karena ia memang tidak mencurinya. Ketika sedang sibuk memeriksa tersebut, tiba-tiba lewatlah seekor burung elang dan menjatuhkan selendang merah tersebut di hadapan mereka. Mungkin anak tuannya itu menjatuhkan selendang tersebut tanpa sengaja, dan burung elang mengambilnya karena disangka sebagai daging yang segar. Seketika anak perempuan hitam itu berkata, "Inilah yang anda semua tuduhkan kepadaku sedangkan aku tidak bersalah apa-apa, inilah dia, inilah dia…" Ia merasa ada keajaiban dal

QISHAH : SAYYIDINA AMRU BIN MURRAH RA.

Amru bin Murrah RA berasal dari Bani Rifaah dari kabilah Bani Juhainah. Pada masa jahiliah, ketika sedang berhaji di Makkah bersama jamaah dari bani Juhainah, ia bermimpi melihat cahaya keluar dari Ka'bah. Cahaya ini menerangi gunung-gunung di Yastrib dan Asharu Juhainah, dan dari cahaya itu keluar suara, "Kegelapan telah sirna digantikan cahaya terang benderang, penutup para Nabi telah diutus." Kemudian ia melihat lagi cahaya keluar dari Ka'bah, kali ini tampak istana-istana di Hiirah (Yaman), dan putihnya istana-istana di Madain (Persia/Iran). Dari cahaya itu juga keluar suara, "Islam telah menang, berhala-berhala telah dihancurkan dan silaturahmi telah dijalin." Setelah itu Amru terbangun dari mimpinya dengan ketakutan, ia merasa akan terjadi sesuatu dengan kaum Quraisy, yang membuat goncang istana-istana di Yaman dan Persia. Ketika kembali ke perkampungan bani Juhainah, ia mendengar berita tentang seorang lelaki yang mengaku sebagai Nabi. Ia segera mela

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN UMAYYAH ADH DHAMRY RA.

Amr bin Umayyah adh Dhamri termasuk dalam rombongan tujuhpuluh sahabat Huffadz Qur'an yang ditugaskan Nabi SAW untuk mengajarkan Islam pada Bani Amir di Najd. Ketika perkemahan mereka di Bi'r Ma'unah diserang oleh kelompok yang dipimpin Amir bin Thufail, ia diserahi tugas menggembala unta-unta bersama Mundzir bin Uqbah bin Amr, sehingga keduanya lolos dari pembantaian. Mereka melihat burung pemakan bangkai terbang di atas perkemahan teman-temannya, sesuatu yang buruk pasti tengah terjadi, karena itu mereka bergegas kembali. Tetapi dari kejauhan tampak para sahabat tersebut bergelimpangan bersimbah darah, dikelilingi para pembunuh yang senjatanya masih meneteskan darah. Amr berkata kepada Mundzir, "Marilah kita kembali ke Madinah, dan memberitahukan kejadian ini kepada Nabi SAW!" Tetapi Mundzir menolak usulannya tersebut, menurutnya, kejadian ini pasti akan sampai kepada Nabi SAW, cepat atau lambat, lebih baik kalau mereka menyerang para pembunuh itu hingga syahid

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN TSABIT AL WAQSY

Amr bin Tsabit al Waqsy adalah salah seorang ahli jannah yang belum pernah sekalipun menjalankan shalat. Ia dikenal sebagai al Ushairim bani Abdul Asyhal, karena itu kisahnya lebih dikenal sebagai kisah al Ushairim. Ia tidak mau memeluk Islam karena takut kepada kaumnya. Tetapi, ketika Nabi SAW dan para sahabat tengah berperang di Uhud, tiba-tiba saja menguat niatnya untuk memeluk Islam. Segera ia mengucap syahadat, kemudian mengambil pedang dan tunggangannya. Pagi-pagi sekali ia melesat ke Uhud, sesampainya di sana, ia langsung menerjunkan diri dalam pertempuran. Ketika perang usai, beberapa lelaki dari bani Abdul Asyhal mencari korban dari kaumnya, dan mereka kaget menemukan Ushairim yang telah sekarat. Mereka berkata, "Demi Allah, dia adalah Ushairim. Apakah yang menyebabkan ia kemari? Kami telah meninggalkannya karena ia tidak mau memeluk Islam!" Merekapun menanyakan hal tersebut kepada Ushairim. Dengan tertatih dan nafas yang terputus-putus ia menjawab, "Aku kemari

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN SALAMAH RA.

Amr bin Salamah RA tinggal di suatu daerah yang sering dilalui orang-orang yang akan ke Madinah atau kembali dari kota itu. Ia masih anak-anak ketika orang-orang menceritakan tentang Nabi SAW dan wahyu-wahyu yang beliau terima. Ternyata Allah memberikan kelebihan kepada Amr kemampuan untuk menghafal, sehingga dari pembicaraan tersebut ia bisa menghafal beberapa ayat-ayat Al Qur'an, walaupun ia belum memeluk Islam. Setelah Fathul Makkah, Amr dan ayahnya serta beberapa orang dari kaumnya segera memeluk Islam, mereka belajar tentang syariat dan peribadatan dalam Islam. Ketika tiba masalah shalat jamaah, dicarilah imam, yakni yang paling banyak dan baik hafalan Al Qur'annya. Dan ternyata Amr bin Salamah yang terpilih, karena ia telah banyak mengetahui dan menghafal Al Qur'an sebelumnya. Padahal ia yang paling muda saat itu.

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN JAMUH RA.

Amr bin Jamuh RA adalah pemuka dari Bani Salimah, kisah keislamannya termasuk unik. Semua itu berasal dari keisengan dua pemuda Bani Salimah yang telah memeluk Islam, yang salah satunya adalah anaknya sendiri, yaitu Muadz bin Amr bin Jamuh dan Muadz bin Jabal, keduanya memeluk Islam dan berba'iat kepada Nabi SAW di Aqabah. Suatu malam, dua orang pemuda ini masuk ke rumah Amr dan mengambil berhala sembahannya. Berhala yang biasa dipanggil "manat" itu dilemparkan ke lubang pembuangan kotoran dalam keadaan menungging, kepala menghunjam ke kotoran. Keesokan harinya, Amr marah-marah karena kehilangan tuhannya, iapun mencarinya dan menemukannya di lubang kotoran. Setelah mengambil dan membersihkannya, Amr meletakkan kembali di tempatnya semula dan berkata kepada berhala itu, "Demi tuhan, jika aku tahu siapa yang melakukan kekejian ini kepadamu, aku pasti akan membalasnya." Pada malam harinya, kedua pemuda ini mengulang perbuatannya, dan membuangnya pada tempat yang sa

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN ASH RA.

Amr bin Ash merupakan salah satu tokoh Quraisy yang paling gencar menghalangi dakwah Nabi SAW dan menyiksa orang-orang lemah yang masuk Islam. Karena itu Nabi SAW sempat berdoa kepada Allah agar menurunkan azab kepada tiga orang, yang salah satunya adalah 'Amr bin 'Ash. Tetapi kemudian turun ayat yang melarang Nabi SAW melakukan hal itu, yakni mendoakan keburukan bagi manusia (Surah Ali Imran 128). Amr bin Ash memiliki kemampuan yang tinggi di bidang politik dan strategi, karena itu ia menyadari bahwa dengan dikukuhkannya perjanjian Hudaibiyah, agama Islam yang dibawa Nabi SAW akan mencapai ketinggian yang tidak mungkin bisa dibendung lagi oleh orang Quraisy. Tetapi pengamatan dan prediksi yang tajam ini belum cukup untuk membawanya kepada Islam, ia justru berkata kepada teman-teman dekatnya, "Marilah kita bergabung dengan Raja Najasyi di Habasyah dan menjadi anak buahnya. Jika Muhammad menang atas kaum Quraisy, kita sudah ada di sisi Najasyi. Tetapi jika kaum kita yang me

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN ANBASAH RA.

Amr bin Anbasah, atau dikenal dengan nama kunyahnya Abu Najih adalah seorang sahabat yang berasal dari Bani as Sulam, suatu kabilah yang tinggal agak jauh di luar kota Makkah. Ia dikenal sebagai orang ke empat dalam Islam (dari kalangan lelaki dewasa). Ketika masih jahiliah, ia mempunyai pendapat bahwa semua manusia saat itu dalam kesesatan karena percaya kepada berhala, karenanya ia sama sekali tidak percaya kepada berhala. Ketika terdengar berita adanya seorang lelaki (yakni Rasulullah SAW) yang suka mencela berhala-berhala di Makkah, ia segera datang ke Makkah untuk menemui Rasulullah SAW, saat itu beliau masih berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Dalam pertemuan di rumah beliau, ia bertanya, "Siapakah engkau?" "Aku seorang Nabi," kata Rasulullah SAW. "Apakah Nabi itu?" "Utusan Allah!!" "Allah mengutus kamu??" Amr menegaskan pertanyaannya. Untuk diketahui, masyarakat Arab ketika itu sebenarnya mempercayai Allah sebagai Pencipta dan Pe

QISHAH : SAYYIDINA AMR BIN UQAISH RA.

Amr bin Uqaisy mempunyai tagihan bunga pinjaman yang cukup besar semasa jahiliah, dan ia masih menginginkan "haknya" tersebut diperoleh, mungkin rasa "hubbud dunya"nya masih tinggi. Hal itulah yang menghalangi dia untuk memeluk Islam, sebagaimana saudara dan kerabatnya yang lain. Islam memang melarang untuk mengambil riba kecuali pokok pinjamannya saja, walaupun hal itu telah disepakati pada akad pinjam meminjam sebelum memeluk Islam. Amr berfikir, kalau ia telah menerima semua bunga pinjaman tersebut, barulah ia akan masuk Islam. Suatu ketika pada hari terjadinya perang Uhud, ia bertanya kepada orang sekitarnya, “Dimanakah para kemenakanku?" Mereka menjelaskan kalau mereka sedang berperang di Uhud bersama Rasulullah SAW. “Di Uhud?" Katanya. Sejenak Amr terpekur, seakan-akan ia sedang berbicara dengan dirinya sendiri. Tak lama kemudian ia memakai baju besi dan menaiki kudanya, memacunya ke arah Uhud. Ketika pasukan Islam melihat kedatangannya, mereka berk

QISHAH : SAYYIDINA AMMAR BIN YASIR RA.

Gambar
Ammar bin Yasir merupakan sahabat as sabiqunal awwalin, kelompok sahabat yang terdahulu memeluk Islam. Tidak tanggung-tanggung, setelah memeluk Islam, ia berhasil mengajak ibu dan ayahnya memproleh hidayah yang sama. Ayahnya, Yasir bin Amir adalah perantau dari Yaman yang bersahabat dengan Abu Hudzaifah bin Mughirah, dan dinikahkan dengan sahayanya, Sumayyah bin Khayyath. Karena mereka ini, Ammar dan kedua orang tuanya, termasuk keluarga miskin, kaum Quraisy menjadikan mereka sebagai sasaran penyiksaan karena pilihan mereka memeluk Islam. Bani Makhzum, tempat mereka berlindung selama ini sangat marah ketika mengetahui mereka telah murtad dari agama nenek moyangnya. Penyiksaan demi penyiksaan dilakukan tanpa kasihan kepada keluarga ini, tetapi semua itu tidak menambahkan kecuali keimanan dan keyakinan kepada agama barunya, Islam. Dibiarkan di terik matahari padang pasir, didera, disulut dengan api menyala, dan berbagai tindakan mengerikan di luar peri kemanusiaan diberlakukan kepada

QISHAH : SAYYIDINA AMIR BIN FUHAIRAH RA.

Amir bin Fuhairah RA adalah hamba sahaya milik Abu Bakar yang telah dibebaskan. Sungguh Islam telah mengangkat derajat seseorang, dari seorang budak, ia dimuliakan tiada tara karena akhirnya ia menjadi seorang hafidz (Seseorang yang Hafal) Al Qur'an. Ketika Nabi SAW dan Abu Bakar berhijrah ke Madinah, dua orang bersahabat ini bersembunyi di Gua Tsur selama tiga hari untuk menghindari pengejaran kaum Quraisy. Dalam tiga hari tersebut, Amir menggembalakan kambing seperti biasanya bersama penggembala lain, tetapi ketika pulang, ia berlambat-lambat hingga gelap malam, dan membawa kambing-kambing tersebut ke Gua Tsur, sehingga Nabi SAW dan Abu Bakar dapat meminum susunya. Pada pagi harinya ia telah berada di padang gembalaan bersama dengan penggembala lainnya, sehingga orang-orang kafir Quraisy sama sekali tidak curiga atas apa yang dilakukannya. Sebagai seorang Hafidz Qur'an, ia dipilih Nabi SAW menjadi salah satu dari 70 sahabat yang dikirim kepada Bani Amir di Najd untuk mendakwa

QISHAH : SAYYIDINA AMIR BIN AMR BIN AL AKWA RA.

Amir bin Amr bin al Akwa, adalah saudara dari Salamah bin Akwa, seorang remaja yang Rasulullah SAW menggelarinya sebagai Pasukan Pejalan Kaki Terbaik. Karena itu Amir pun lebih dikenali dengan nama Amir bin Akwa. Ketika terjun dalam perang Khaibar, dua bersaudara al Akwa dari bani Aslam ini bahu membahu memerangi kaum Yahudi. Amir bin Akwa menyenandungkan suatu syair untuk membangkitkan semangat, "Kalau tidak karena engkau (wahai Muhammad), tidaklah kami mendapat hidayah, tidak shalat dan berzakat, Kami dicukupkan dengan kelebihan engkau, maka turunkanlah atas kami ketenangan, Dan teguhkanlah kaki-kaki kami menghadapi musuh dalam peperangan ini…!!" Nabi SAW diberitahu para sahabat tentang syair yang disenandungkan tersebut. Beliau menanyakan siapa penyenandungnya. "Amir bin Akwa…!!" Kata para sahabat. "Semoga Allah akan mengampuni Amir!!" Kata Rasulullah SAW, suatu pertanda beliau senang dengan apa yang dilakukannya. Tetapi para sahabat-pun menangkap perta

QISHAH : SAYYIDINA AMARAH BIN HAZM RA.

Amarah bin Hazm adalah seorang sahabat Anshar dari kabilah Bani Malik. Pada perang Tabuk, pada mulanya Amarah diserahi untuk memegang panji dari Bani Malik, tetapi kemudian Rasulullah SAW mengambilnya kembali, dan menyerahkannya kepada Zaid bin Tsabit. Amarah jadi berfikir, jangan-jangan ia telah melakukan kesalahan sehingga beliau mengubah keputusannya tentang pemegang panji itu. Amarah menemui Nabi SAW, dan meminta maaf kalau memang melakukan kesalahan. Ia bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah ada orang yang melaporkan kepada engkau tentang diri saya?" Nabi SAW yang memahami maksud sahabatnya ini, bersabda, "Tidak, tidak ada kesalahanmu, tetapi ini saya lakukan itu karena ternyata Zaid lebih banyak menghafal Al Qur'an daripada kamu. Al Qur'anlah yang menyebabkan ia lebih didahulukan dalam memegang panji dari kaummu!!" Amarah lega, dan iapun ikhlas panji Bani Malik dipegang oleh Zaid karena kelebihannya dalam menghafal Al Qur'an. Dalam suatu perjalanan at

QISHAH : SAYYIDINA ALI BIN ABI THALIB RA.

Gambar
Tumbuh dalam Didikan Kenabian Nabi SAW Ali bin Abi Thalib masih sepupu Nabi SAW, putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang mengasuh beliau sejak usia delapan tahun. Pamannya ini bersama Khadijah, istri beliau menjadi pembela utama beliau untuk mendakwahkan Islam selama tinggal di Makkah, walau Abi Thalib sendiri meninggal dalam kekafiran. Ali bin Abi Thalib lahir sepuluh tahun sebelum kenabian, tetapi telah diasuh Nabi SAW sejak usia 6 tahun. Sebagian riwayat menyebutkan ia orang ke dua yang memeluk Islam, yakni setelah Khadijah, riwayat lainnya menyebutkan ia orang ke tiga, setelah Khadijah dan putra angkat beliau Zaid bin Haritsah. Bisa dikatakan ia tumbuh dan dewasa dalam didikan akhlakul karimah Nabi SAW dan bimbingan wahyu. Maka tidak heran watak dan karakter Ali bin Abi Thalib mirip dengan Nabi SAW. Dan secara keilmuan, ia mengalahkan sebagian besar sahabat lainnya, sehingga beliau SAW pernah bersabda, "Ana madinatul ilmu, wa Ali baabuuha…" (Saya kotanya