QISHAH : SAYYIDINA ABDULLAH BIN ZIYAD RA.
Abdullah bin Ziyad RA adalah seorang sahabat Anshar dari Bani Ghanm, suku Khazraj, dan salah seorang sahabat ahlul Badar. Ia lebih dikenal dengan nama al Mujadzdzir, sang Pembongkar Urat, karena terkenal sebagai tipe orang yang sangat kasar di masa jahiliah. Ketika terjadi perang Bu'ats, perang saudara antara suku Aus dan Khazraj di Madinah sebelum masa keislaman, ia membunuh Suwaid bin Shamit yang saat itu telah memeluk Islam. Tetapi kemudian ia menyertai tujuhpuluh lima orang Madinah yang berba'iat kepada Nabi SAW di Ba'iatul Aqabah ke dua untuk memeluk Islam. Sebelum perang Badar mulai pecah, Nabi SAW berpesan untuk tidak membunuh Abbas bin Abdul Muthalib dan Abul Bakhtary bin Hisyam. Dua orang tokoh Quraisy ini tidak pernah memusuhi Nabi SAW ketika di Makkah, mereka juga membantu orang-orang muslim walaupun dengan diam-diam. Bahkan Abul Bakhtary salah satu orang yang berinisiatif dan berperan membatalkan piagam pemboikotan kaum Quraisy atas Bani Hasyim dan Bani Muthalib (yakni keluarga besar Nabi Muhammad SAW) Dalam peperangan ini, Mujadzdzir bertemu dengan Abul Bakhtary, yang berperang bersisian dengan temannya, Junadah bin Malihah. Mujadzdzir berkata, "Wahai Abul Bakhtary, sesungguhnya Rasulullah SAW melarang kami membunuh engkau..!!" "Bagaimana dengan temanku ini?" Tanya Abul Bakhtary. "Tidak, demi Allah, kami tidak akan membiarkan temanmu..!!" Karena tidak ada perintah lain dari Nabi SAW sehubungan dengan teman yang bersama Abul Bakhtary, jawaban itulah yang paling tepat disampaikan Mujadzdzir. Tetapi Abul Bakhtary berkata, "Demi Allah, kalau begitu aku akan mati bersama-sama temanku ini. Aku tidak ingin para wanita Quraisy mengatakan aku meninggalkan temanku karena ingin tetap hidup!!" Setelah itu mereka berdua menyerang Mujadzdzir, dan tidak ada pilihan lain baginya kecuali melakukan perlawanan daripada harus mati konyol. Akhirnya mereka berdua tewas di tangan Mujadzdzir. Usai pertempuran, Mujadzdzir menghadap Nabi SAW sambil memohon maaf, ia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutus engkau dengan kebenaran, aku telah berusaha untuk hanya menawan Abul Bakhtary dan membawanya ke hadapan engkau. Tetapi ia tidak mau menyerah dan berkeras melakukan perlawanan sehingga dengan terpaksa saya membunuhnya!!” Tampak penyesalan di wajah Nabi SAW, tetapi bagaimana lagi. Namanya pertempuran adalah membunuh atau terbunuh (kill or to be kill), dan tentunya bukan sepenuhnya kesalahan Mujadzdzir kalau ia tidak bisa memenuhi pesan Nabi SAW tersebut. Dalam perang Uhud, Mujadzdzir menemui syahidnya di tangan Harits bin Suwaid, putra dari Suwaid bin Shamit yang telah dibunuhnya pada Perang Bu'ats. Sebenarnya mereka berdua berada di kubu yang sama, pasukan muslim, hanya saja Harits belum memeluk Islam. Harits berprasangka bahwa Mujadzdzir akan membunuhnya jika telah kembali ke Madinah, karena itu ia bertindak mendahuluinya dengan menikam Mujadzdzir hingga tewas. Tetapi kemudian Harits menyesali tindakannya ini dan memeluk Islam. Ia juga gugur di Perang Uhud ini sebagai seorang muslim.
Komentar
Posting Komentar