DAWUH WEJANGAN KH. ACHMAD ASRORI AL ISHAQI RA (PENGASUH PP. AL FITHRAH DAN JAMAAH AL KHIDMAH)
KH. Achmad Asrori bin Utsman Al Ishaqi |
KITA SEMUA INI SAMA | Kita semua ini - saya, kamu, semua yang bersam-sama kita - pada hakikatnya, SAMA.
Saya, atau siapa lah, yang duduk jadi kyai yang saat di majlis duduknya paling atas, dengan kamu atau mereka siapapun yang mengikuti saya - yang duduknya lebih di bawah, juga para orang yang diberi Allah berupa prasangka baik kepada saya - apakah itu santri, apakah pejabat, apakah itu tukang becak - yang ketika ada haul dia hanya dapat tempat duduk jauh di luar di jalanan di sana ; itu semua, sama !!!
Kenapa saya katakan sama? Kita semua ini SAMA-SAMA MERASA BUTUH. Butuh apa? Sama sama butuh Ridlo Allah SWT, butuh Ridlo Rasulullah SAW, butuh Ridlo Guru RA.
Yang membedakan saya, kamu, dan yang lain-lain itu hanya : PERAN. Di mana Allah "mendudukkan" diri kita, di situlah kita melakukan peran. Saya, berperan sebagai kyai. Kamu, sebagai yang mengikuti. Hanya itu.
Bahwa kemudian, kepada setiap yang memegang peran itu, oleh Allah diberi alat-alat yang melengkapi, seperti : ilmu, kecerdasan, keturunan, kesehatan, jabatan, kekayaan, dan sebagainya ; itu semua yaa pemberian Allah. Hanya supaya dirinya pantas dalam melakukan perannya itu.
Tapi ini semua, marilah dilihat dan dipegang sebagai AMANAT. Amanat yang dititipkan oleh Allah di pundak kita masing masing. Semakin besar amanat itu, maka semakin banyak alat-alat kepantasan yang diberikan oleh Allah ; maka juga semakin berat pula tanggung jawabnya kelak di Hadapan Allah.
•
JANGAN MANDEK | Oleh karena kita ini merasa sama sama butuh, maka ayo, kita selalu berusaha MENCARI dan MEREBUT cara, mencari merebut alasan, mencari merebut jalan, untuk meraih yang namanya Ridlo itu. Melalui apa? Melalui BERKHIDMAH. Inilah dasar yang mendorong setiap diri kita agar selalu berkhidmah.
Prakteknya, siapa saja yang wajib berkhidmah? Yaa semuanya. Tidak peduli apakah kamu kyai ataukah bukan kyai. Apakah kamu jadi orang penting ataukah orang tidak penting. Masing-masing dari semua yang punya peran ini, haruslah ikut berkhidmah, kalau ingin meraih ridlo. Yaa terkembali kepada masing-masing.
Saya, misalnya. Apakah karena saya telah jadi kyai, atau keturunan seorang kyai, lalu saya merasa sudah tak perlu berkhidmah? Atau saya malah punya anggapan bahwa : Sudah sepantasnya kamu memuliakan dan berkhidmah kepada saya. Karena saya kyai dan kamu yang butuh saya. Lantas saya tinggal enak-enakan dan hanya bersandar diri kepada khidmah kalian. Apa begitu ... ??
Tidak seperti itu. Sebagai kyai, saya juga berjuang, sesuai dengan kadar peran serta apa yang telah Allah amanatkan di pundak saya. Berat ? Saya tidak perlu menjawabnya. Tapi saya ingin katakan : Hanya orang gila yang mau dibebani amanat seperti amanat yang kini diletakkan di pundak saya. Sudah. Kurang apa?
Jangan dilihat dhohiriyahnya saja. "Wah, enak yaa jadi kyai itu. Semua orang pada siap. Semua orang pada hormat." Aaahh ... Itu kan apa ... (?). Itu pandangan orang yang tidak mengerti. Lalu menilai kyai dengan menggunakan pikiran dan ukuran yang berlaku pada dirinya sendiri.
Kalau kamu berkhidmah kepada saya, itu posisi saya hanya perantaraan saja. Perantaraan agar sampai kepada yang kamu harap, yang kamu maksud. Tidak berhenti di saya. Gila, apa? Mengerti yaa ...??
Kenapa ini saya sampaikan? Saya itu ingin, agar para kyai, para imam khususi, para tokoh yang sudah kadung duduk di atas dan memang didudukkan oleh ummat sebagai yang di atas, termasuk para Gus-Gus - para anak turunnya kyai di daerah-daerah ; itu JANGAN MANDEK.
Maksud saya, jangan merasa karena sudah mapan, sudah keenakan di posisinya itu, lalu lupa akan apa yang menjadi tugas perannya. Yakni turut berjuang, bersama-sama yang lain di dalam BERKHIDMAH. Itu !!
Komentar
Posting Komentar