Al- ‘Allamah Sayyid Abdurrahman ibn Mustofa al- Idrus (Mesir), menjelaskan dalam kitab Mira’atussyumush fi Manaqibi Ali al- Idrus, bahwa di akhir zaman nanti ketika sudah tidak ditemukan seorang murrabbi atau mursyid (guru spiritual) yang memenuhi syarat, maka tidak ada satupun amal yang bisa mengantarkan seseorang wushul (ma’rifat) kepada Allah kecuali bacaan shalawat kepada baginda Nabi Muhammad saw baik dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Shalawat sebagai penghantar ma’rifat kepada Allah bagi pengamalnya, dan tidak diharuskan membutuhkan mursyid (guru). Hal ini karena guru dan sanadnya (silsilahnya) langsung melalui Nabi (Hasyiyah Shawi al-Jalalayn). Ketentuan ini berbeda dengan dzikir. Dzikir (selain salawat) harus melalui bimbingan guru spiritual (mursyid) yang sudah mencapai derajat ma’rifat, jika tidak demikian maka akan mudah dimasuki setan, dan pengamalannya akan sangat sulit mendapat ma’rifat.
Bahkan, fatwa Sayyid Bakri Ibn Muhammad Syata, menyatakan shalawat mengantarkan wushul kepada Allah swt serta dapat melimpahkan rizki. Barang siapa yang memperbanyak salawat, maka jasadnya diharamkan Allah dari api neraka.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّم
Komentar
Posting Komentar